Tidak asing lagi bagi kita pengguna handphone banyak persaingan yang terjadi, mulai dari merk, model, jenis, tarif, bahkan sampai iklan,tapi itu semua menjadi keuntungan bagi kita. ini adalah salah satu contoh bentuk persaingan iklan Telkom vs Indosat
Dalam transaksi ini harga Telkomsel dihargai lebih mahal daripada Satelindo Dengan menghitung harga saham ditambah hutang bersih (karena perusahaan yang mengakuisisi juga harus menanggung hutang perusahaan yang diakuisisi) dibagi dengan jumlah pelanggan tampak bahwa harga Telkomsel USD 1,562 per pelanggan vs Satelindo USD 1,234 per pelanggan. Penilaian dengan EV/EBITDA tahun 2000 juga menunjukkan valuasi Telkomsel yang lebih mahal dibanding Satelindo yaitu 14,7x vs 10,1x.
Melihat valuasi yang lebih tinggi bagi Telkomsel, apakah berarti Telkom dirugikan?...Patut diperhatikan bahwa terdapat beberapa kelebihan Telkomsel atas Satelindo.
Pertama, posisi Telkomsel saat ini adalah sebagai market leader dalam bisinis telepon seluler. Telkomsel memiliki 1,7 juta pelanggan yang mewakili 46% pangsa pasar dengan pertumbuhan yang tinggi sebesar 64% di tahun lalu. Sementara Satelindo berada di posisi nomor dua dengan 1,1 juta pelanggan yang mewakili 29% dengan pertumbuhan yang lebih rendah di tahun lalu sebesar 47%. Pendapatan rata-rata bulanan per pelanggan Telkomsel Rp 173 ribu juga lebih tinggi dibanding Satelindo sebesar Rp 146 ribu.
Kedua, kinerja operasi Telkomsel juga lebih baik. Dengan aset yang lebih kecil (Rp 4,7 triliun vs Rp 5,9 triliun) Telkomsel meraih pendapatan yang lebih besar (Rp 2,8 triliun vs Rp 2,3 triliun). Padahal Satelindo selain meraih pendapatan dari seluler juga mendapatkan pendapatan dari SLI dan Satelit. Selain itu dengan marjin operasi 58%, Telkomsel jauh lebih efisien daripada Satelindo dengan marjin operasi 29%.
Ketiga, dari sisi hutang Telkomsel bebas dari hutang atau dalam posisi net cash. Sebaliknya Satelindo memiliki beban utang valas yang besar sehingga terbebani dari sisi bunga dan foreign exchange exposure. Di akhir 2000 lalu Satelindo tercatat memiliki utang jangka panjang USD 527 juta. Sehingga seiring dengan melemahnya rupiah, di tahun lalu Satelindo mencatatkan rugi kurs yang mengakibatkan di bottomline mengalami rugi bersih Rp 887 miliar.



Kedua, kinerja operasi Telkomsel juga lebih baik. Dengan aset yang lebih kecil (Rp 4,7 triliun vs Rp 5,9 triliun) Telkomsel meraih pendapatan yang lebih besar (Rp 2,8 triliun vs Rp 2,3 triliun). Padahal Satelindo selain meraih pendapatan dari seluler juga mendapatkan pendapatan dari SLI dan Satelit. Selain itu dengan marjin operasi 58%, Telkomsel jauh lebih efisien daripada Satelindo dengan marjin operasi 29%.
Ketiga, dari sisi hutang Telkomsel bebas dari hutang atau dalam posisi net cash. Sebaliknya Satelindo memiliki beban utang valas yang besar sehingga terbebani dari sisi bunga dan foreign exchange exposure. Di akhir 2000 lalu Satelindo tercatat memiliki utang jangka panjang USD 527 juta. Sehingga seiring dengan melemahnya rupiah, di tahun lalu Satelindo mencatatkan rugi kurs yang mengakibatkan di bottomline mengalami rugi bersih Rp 887 miliar.

Dampak Transaksi Terhadap Kinerja TLKM dan ISAT
Dalam edarannya kepada pemegang saham, Telkom dan Indosat memberikan analisis dampak penggabungan usaha seiring dengan peningkatan kepemilikan di anak perusahaan menjadi mayoritas. Dalam hal ini Telkom memberikan laporan keuangan proforma yang menggabungkan laporan keuangannya dengan Telkomsel dan Dayamitra di akhir 2000 lalu. Sedangkan Indosat menggabungkan laporan keuangan Satelindo, Lintasarta, Unit KSO IV dan Bimagraha.
Telkom. Selain peningkatan pendapatan usaha 22%, secara keseluruhan Telkom akan mengalami peningkatan marjin operasi dari 43% menjadi 45%. Namun terutama harus menanggung rugi selisih kurs dari Dayamitra sebesar Rp 192,8 miliar, di bottomline justru terjadi penurunan. Dan beban utang Telkom akan meningkat karena harga akuisisi tercermin dari net gearing yang meningkat dari 0,5x menjadi 1,03x.

Indosat. Peningkatan pendapatan 110% mencerminkan kontribusi pendapatan dari Satelindo dan Unit KSO IV. Dengan menggabungkan Satelindo yang tidak efisien dari sisi operasi, marjin usaha Indosat akan mengalami tekanan tajam dari 47% menjadi 32%. Dan Indosat pun harus mengkosolidasikan utang jangka panjang Satelindo sebesar USD 527 juta. Akibatnya jika biasanya Indosat diuntungkan dengan depresiasi rupiah karena penerimaan pendapatan dari incoming call dalam valuta asing, setalah akuisisi ini efektif Indosat justru akan memiliki forex exposure dengan melemahnya rupiah.

Jangka Pendek Bottomline Tertekan, Jangka Panjang ... Everybody Gains
Dalam jangka pendek memang baik Telkom dan Indosat akan terbebani di bottomline masing-masing. Namun pengkonsolidasian anak perusahaan dari sektor seluler akan meningkatkan pertumbuhan pendapatan baik Telkom dan Indosat di masa depan. Dan seperti yang telah dibahas sebelumnya akan terjadi sinergi dengan menggabungkan operasi seluler DCS 1800 dengan operasi seluler GSM 1800 dari Telkomsel dan Satelindo.
Khusus bagi Telkom ini juga memberikan solusi terhadap perselisihannya dengan KSO. Penjualan aset Unit KSO IV Jawa Tengah berarti kerjasama dengan mitra KSO IV akan diserahkan kepada Indosat. Dan dengan buyout Dayamitra, Telkom mengambilalih KSO VI Kalimantan. Dari 5 KSO yang ada, artinya tinggal 3 lagi yang masih harus diselesaikan. KSO VII wilayah Indonesia Timur Singtel Bukaka kemungkinan akan melanjutkan kerjasama. Sedangkan KSO I wilayah Sumatera Pramindo Ikat dan KSO III wilayah Jawa Barat Ariawest kemungkinan akan diselesaikan dengan buyout. Di antara ketiga ini, sebenarnya yang paling mendesak penyelesaiannya adalah dengan Ariawest, karena perselisihannya ikut mempengaruhi kinerja Telkom khususnya untuk wilayah Divisi Regional IV Jawa Barat.
Kemudian dengan transaksi ini Telkom dan Indosat akan berubah menjadi perusahaan telekomunikasi yang terintegrasi. Dari sebelumnya hanya ada di SLI, Indosat akan menjadi operator telepon seluler dan tetap. Demikian pula dengan Telkom dari sekedar telepon tetap akan berkembang menjadi operator telepon seluler. Dengan demikian transaksi ini akan menciptakan level of playing field bagi persaingan diantara keduanya. Dengan persaingan yang sehat pula pada akhirnya Telkom maupun Indosat akan menjadi lebih efisien, yang pada akhirnya akan menguntungkan konsumen atau masyarakat.
Pemerintah sebenarnya juga mempunyai kepentingan untuk meningkatkan nilai dari sahamnya di Telkom dan Indosat. Seperti pernah diberitakan pemerintah berniat untuk mendivestasi kepemilikannya di Telkom dan Indosat sebesar 15% dan 14% untuk tetap menjadi pemilik mayoritas. Jika transaksi di tunda ataupun dibatalkan karena desakan DPR maka sebenarnya yang dirugikan adalah pemerintah sendiri.
Patut dicermati bahwa keberatan DPR terutama adalah masalah karyawan Telkom di Unit KSO IV sebanyak 3200 orang yang takut akan perubahan di bawah manajemen baru Indosat yang juga dikenal lebih efisien daripada Telkom. Padahal Indosat sendiri sudah menjamin tidak akan ada pengurangan tenaga kerja. Maka sudah sepantasnya DPR melihat dampak transaksi secara lebih luas daripada hanya melihat kepentingan kelompok terbatas. Dan alasan bahwa penjualan aset BUMN harus mendapat persetujuan DPR juga tidak layak digunakan karena transfer aset ini terjadi diantara dua BUMN.
Valuasi: Jika direalisasikan akan menciptakan patokan valuasi yang undervalued
Jika transaksi ini direalisasikan maka nilai transaksi dapat dijadikan patokan untuk mendapatkan nilai wajar Telkom dan Indosat. Berdasarkan break-up valuation ini kami dapatkan nilai wajar Telkom dan Indosat seharusnya masing-masing adalah Rp 4,274 dan Rp 15,591. Pada harga sekarang berarti Telkom di Rp 2450 terdiskon 42% sementara Indosat di Rp 8450 terdiskon 45%. Oleh karenanya jika kami memberi rekomendasi buy untuk Telkom. Sementara untuk Indosat dengan adanya forex exposure rekomendasi kami adalah akumulasi






WELCOME



0 comments:
Posting Komentar