Dikenal mulai dari Balie Van Advocaten menjelma menjadi Persatuan Advokat Indonesia (PAI), sebagai cikal bakal untuk membentuk/mendirikan Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN), kemudian atas prakarsa Pemerintah untuk mempersatukan Advokat membentuk wadah tunggal dengan nama Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), pecah lagi berdiri Assosiasi Advokat Indonesia (AAI). Berdiri pula Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), kemudian pecah lagi berdiri Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia(HAPI) dan berdiri juga Serikat
Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).
Pada masa sebelum dan awal kemerdekaan jumlah advokat Indonesia masih sangat sedikit. Beberapa nama yang dikenal waktu itu antara lain: Mr Besar Martokusumo (Advokat Pertama Indonesia), Mr. Suyudi, Mr. Sastromolyono, Mr. Ali Sastroamidjojo, Mr.Singgih, Mr. Mohammad Roem yang merupakan advokat pelopor di Pulau Jawa. Karena jumlahnya sangat sedikit mereka tidak membentuk atau tergabung dalam satu organisasi persatuan advokat, tetapi di kota-kota besar ada suatu perkumpulan yang dikenal dengan Balie Van Advocaten.
Sekitar tahun 1959-1960 para advokat di Semarang mendirikan perkumpulan BALIE Jawa Tengah dengan Ketua-nya Mr. Suyudi dan anggota-anggota nya antara lain: Mr. Kwo Swan Sik, Mr. Ko Tjay Sing, Mr. Abdul Majid, Mr. Tan Siang Hien, Mr. Tan Siang Sui dan Mr. Tan Nie Tjong. Kemudian berdiri balai-balai advokat di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan.
Harapan dan usaha untuk mengadakan suatu kongres atau musyawarah para advokat Indonesia juga berkumandang dalam Kongres II PERSAHI di Surabaya yang berlangsung pada tanggal 15 sampai dengan 19 Juli 1963 diharapkan agar kongres para advokat tersebut dapat diselenggarakan pada bulan Agustus 1964 di Solo. Sesuai dengan harapan tersebut oleh P.A.I cabang Solo kemudian dibentuklah panitia kongres/musyawarah persatuan advokat Indonesia, panitia tersebut diketuai oleh Mr. Soewidji. Kongres atau pertemuan bersejarah itu akhirnya diputuskan dengan penyebutan “musyawarah”.
Dalam sidang musyawarah pada tanggal 30 Agustus 1964 tersebut inilah secara aklamasi diterima/diresmikan nama dan berdirinya organisasi Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN), sebagai organisasi atau wadah persatuan advokat Indonesia. Sejak tanggal 30 Agustus 1964 PERADIN menggantikan P.A.I sebagai singkatan dari Persatuan Advokat Indonesia. Dalam musyawarah tersebut Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo (mantan Menteri Perekonomian) terpilih sebagai Ketua Umum merangkap formatur DPP. PERADIN, dan ditetapkan pula penyebutan Advokat (menggantikan istilah Pengacara) untuk semua anggota PERADIN.
Kongres PERADIN II di Jakarta dan terpilih Sukardjo,SH sebagai Ketua Umum. Selanjutnya Kongres PERADIN III diadakan di Jakarta pada tanggal 18 sampai dengan 20 Agustus 1969, dalam kongres tersebut telah diambil keputusan antara lain memilih DPP PERADIN periode 1969-1973 terpilih Lukman Wiriadinata, SH (Ketua Umum). Dalam masa periode DPP ini pulalah, di bentuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Jakarta dan Lembaga ini menciptakan proyek kerjasama yang harmonis antara PERADIN dengan Pemerintah. Status PERADIN sampai sekarang aktif dan terdafatar di Departemen Dalam Negeri R.I.
Dengan prakarsa dan usul Pemerintah R.I. meminta kepada seluruh Advokat Indonesia, dan khususnya yang bergabung dengan PERADIN untuk membentuk wadah tunggal semuanya ini adalah untuk kepentingan Politik. Sehingga dilaksanakan perhelatan “Musayawarah Nasional Advokat Indonesia” pada 9-10 Nopember 1985 di Hotel Indonesia, yang hasilnya membentuk/ mendirikan Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) terpilih sebagai Ketua Umum Harjono Tjitrosubono,SH sampai akhir hayatnya Nopember 1999 dengan memberikan warna tidak sedap bagi status Pengacara Praktek tidak memperoleh status anggota biasa tetapi hanya sebagai anggota muda.
Untuk MUNAS-II IKADIN 1990 di Hotel Horison Ancol Jakarta, terjadi perbedaan pendapat sesama peserta sehingga tidak dapat dihindari perpecahan dibawah Pimpinan Advokat Gani Djemat,SH membentuk/mendirikan Assosiasi Advokat Indonesia (AAI).
Pemerintah R.I. kembali lagi pada tahun 1991 memprakarsai Wadah Tunggal Advokat Indonesia, diselenggarakan Musyawarah Nasional Advokat Indonesia di Cipanas, Cianjur Jawa Barat namun dalam hal ini IKADIN tidak mau menghadirinya. Musyawarah Nasional Advokat Indonesia jalan terus kemudian membentuk/mendirikan Persatuan Organisasi Pengacara Indonesia (POPERI) sampai sekarang tidak jelas statusnya dan aktifitasnya.
Pengacara Praktek yang berdomisili di Surabaya dibawah Pimpinan Advokat Azis Al Balmar,SH membentuk/mendirikan Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), kemudian pada 1988 menyelenggarakan Munas Nasional di Hotel Horison Ancol Jakarta.
MUNAS IPHI II di Yogjakarta 1992, pesertanya memperoleh perbedaan pendapat sangat krusial untuk diselesaikan sehingga berakhir perpecahan. Kemudian pada Nopember 1992 di Tretes, Jawa Tengah dibawah Pimpinan Prof.DR.Marthin Thomas,SH. membentuk/mendidirikan Himpunan Advokat dan Pengcara Indonesia (HAPI) dan dideklarasikan pada 10 Februari 1993 di Jakarta.
Pada Era tahun 2000-an berdiri pula organisasi advokat berkembang pesat bagaikan Jamur dimusim hujan menjelang dan sedang berlangsung pembahasan Undang-undang Advokat di D.P.R R.I. muncul nama Organisasi Advokat Indonesia yaitu : (1). Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), (2). Assosiasi Advokat Indonesia (AAI), (3). Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), (4). Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), (5), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), (6). Assosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) (7). Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal(HKHPM), (
Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) mulai diperkenalkan ke masyarakat, khususnya kalangan penegak hukum, pada 7 April 2005 di Balai Sudirman, Jakarta Selatan. Acara perkenalan PERADI, selain dihadiri oleh tidak kurang dari 600 advokat se-Indonesia, juga diikuti oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Menurut Pasal 32 ayat (4) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat), Organisasi Advokat harus terbentuk dalam waktu paling lambat dua tahun sejak undang-undang tersebut diundangkan. Banyak pihak yang meragukan para advokat dapat memenuhi tenggat waktu yang dimaksud oleh undang-undang. Pada kenyataannya, dalam waktu sekitar 20 bulan sejak diundangkannya UU Advokat atau tepatnya pada 21 Desember 2004, advokat Indonesia sepakat untuk membentuk PERADI.
Kesepakatan untuk membentuk PERADI diawali dengan proses panjang. Pasal 32 ayat (3) UU Advokat menyatakan bahwa untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokat dijalankan bersama-sama oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI). Untuk menjalankan tugas yang dimaksud, kedelapan organisasi advokat di atas, pada 16 Juni 2003, setuju memakai nama Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI).
Sebelum pada akhirnya sepakat membentuk PERADI, KKAI telah menyelesaikan sejumlah persiapan. Pertama yaitu melakukan verifikasi untuk memastikan nama dan jumlah advokat yang masih aktif di Indonesia. Proses verifikasi sejalan dengan pelaksanaan Pasal 32 ayat (1) UU Advokat yang menyatakan bahwa advokat, penasihat hukum, dan konsultan hukum yang telah diangkat saat berlakunya undang-undang tersebut dinyatakan sebagai advokat sebagaimana diatur undang-undang. Sebanyak 15.489 advokat dari 16.257 pemohon dinyatakan memenuhi persyaratan verifikasi. Para advokat tersebut telah menjadi anggota PERADI lewat keanggotan mereka dalam delapan organisasi profesional yang tergabung dalam KKAI.
Sebagian bagian dari proses verifikasi, dibentuk pula sistem penomoran keanggotaaan advokat untuk lingkup nasional yang juga dikenal dengan Nomor Registrasi Advokat. Selanjutnya, kepada mereka yang lulus persyaratan verifikasi juga diberikan Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA). Di masa lalu, KTPA diterbitkan oleh pengadilan tinggi di mana advokat yang bersangkutan berdomisili. Peluncuran KTPA sebagaimana dimaksud dilakukan pada 30 Maret 2004 di Ruang Kusumah Atmadja, Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Persiapan kedua adalah pembentukan Komisi Organisasi dalam rangka mempersiapkan konsep Organisasi Advokat yang sesuai dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Kertas kerja dari Komisi Organisasi kemudian dijadikan dasar untuk menentukan bentuk dan komposisi Organisasi Advokat yang dapat diterima oleh semua pihak.
Persiapan lain yang telah dituntaskan KKAI adalah pembentukan Komisi Sertifikasi. Komisi ini mempersiapkan hal-hal menyangkut pengangkatan advokat baru. Untuk dapat diangkat menjadi advokat, selain harus lulus Fakultas Hukum, UU Advokat mewajibkan setiap calon advokat mengikuti pendidikan khusus, magang selama dua tahun di kantor advokat, dan lulus ujian advokat yang diselenggarakan Organisasi Advokat. Peraturan untuk persyaratan di atas dipersiapkan oleh komisi ini.
Setelah pembentukannya, PERADI telah menerapkan beberapa keputusan mendasar. Pertama, PERADI telah merumuskan prosedur bagi advokat asing untuk mengajukan rekomendasi untuk bekerja di Indonesia. Kedua, PERADI telah membentuk Dewan Kehormatan Sementara yang berkedudukan di Jakarta dan dalam waktu dekat akan membentuk Dewan Kehormatan tetap. Pembentukan Dewan Kehormatan di daerah lain saat ini menjadi prioritas PERADI. Ketiga, PERADI telah membentuk Komisi Pendidikan Profesi Advokat Indonesia (KP2AI). Komisi ini bertanggung jawab seputar ketentuan pendidikan khusus bagi calon advokat serta pendidikan hukum berkelanjutan bagi advokat.
Baik KKAI maupun PERADI telah menyiapkan bahan-bahan dasar untuk digunakan PERADI untuk meningkatkan manajemen advokat di masa yang akan datang. Penting pula untuk dicatat bahwa hingga saat ini seluruh keputusan, termasuk keputusan untuk membentuk PERADI dan susunan badan pengurusnya, telah diambil melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan berdasarkan paradigma advokat Indonesia.
Meski usia PERADI masih belia, namun dengan restu dari semua pihak, PERADI berharap dapat menjadi organisasi advokat yang bebas dan independen, melayani untuk melindungi kepentingan pencari keadilan, dan menjalankan tugas sebaik-baiknya untuk melayani para anggotanya.
Menurut Pasal 32 ayat (4) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat), Organisasi Advokat harus terbentuk dalam waktu paling lambat dua tahun sejak undang-undang tersebut diundangkan. Banyak pihak yang meragukan para advokat dapat memenuhi tenggat waktu yang dimaksud oleh undang-undang. Pada kenyataannya, dalam waktu sekitar 20 bulan sejak diundangkannya UU Advokat atau tepatnya pada 21 Desember 2004, advokat Indonesia sepakat untuk membentuk PERADI.
Kesepakatan untuk membentuk PERADI diawali dengan proses panjang. Pasal 32 ayat (3) UU Advokat menyatakan bahwa untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokat dijalankan bersama-sama oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI). Untuk menjalankan tugas yang dimaksud, kedelapan organisasi advokat di atas, pada 16 Juni 2003, setuju memakai nama Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI).
Sebelum pada akhirnya sepakat membentuk PERADI, KKAI telah menyelesaikan sejumlah persiapan. Pertama yaitu melakukan verifikasi untuk memastikan nama dan jumlah advokat yang masih aktif di Indonesia. Proses verifikasi sejalan dengan pelaksanaan Pasal 32 ayat (1) UU Advokat yang menyatakan bahwa advokat, penasihat hukum, dan konsultan hukum yang telah diangkat saat berlakunya undang-undang tersebut dinyatakan sebagai advokat sebagaimana diatur undang-undang. Sebanyak 15.489 advokat dari 16.257 pemohon dinyatakan memenuhi persyaratan verifikasi. Para advokat tersebut telah menjadi anggota PERADI lewat keanggotan mereka dalam delapan organisasi profesional yang tergabung dalam KKAI.
Sebagian bagian dari proses verifikasi, dibentuk pula sistem penomoran keanggotaaan advokat untuk lingkup nasional yang juga dikenal dengan Nomor Registrasi Advokat. Selanjutnya, kepada mereka yang lulus persyaratan verifikasi juga diberikan Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA). Di masa lalu, KTPA diterbitkan oleh pengadilan tinggi di mana advokat yang bersangkutan berdomisili. Peluncuran KTPA sebagaimana dimaksud dilakukan pada 30 Maret 2004 di Ruang Kusumah Atmadja, Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Persiapan kedua adalah pembentukan Komisi Organisasi dalam rangka mempersiapkan konsep Organisasi Advokat yang sesuai dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Kertas kerja dari Komisi Organisasi kemudian dijadikan dasar untuk menentukan bentuk dan komposisi Organisasi Advokat yang dapat diterima oleh semua pihak.
Persiapan lain yang telah dituntaskan KKAI adalah pembentukan Komisi Sertifikasi. Komisi ini mempersiapkan hal-hal menyangkut pengangkatan advokat baru. Untuk dapat diangkat menjadi advokat, selain harus lulus Fakultas Hukum, UU Advokat mewajibkan setiap calon advokat mengikuti pendidikan khusus, magang selama dua tahun di kantor advokat, dan lulus ujian advokat yang diselenggarakan Organisasi Advokat. Peraturan untuk persyaratan di atas dipersiapkan oleh komisi ini.
Setelah pembentukannya, PERADI telah menerapkan beberapa keputusan mendasar. Pertama, PERADI telah merumuskan prosedur bagi advokat asing untuk mengajukan rekomendasi untuk bekerja di Indonesia. Kedua, PERADI telah membentuk Dewan Kehormatan Sementara yang berkedudukan di Jakarta dan dalam waktu dekat akan membentuk Dewan Kehormatan tetap. Pembentukan Dewan Kehormatan di daerah lain saat ini menjadi prioritas PERADI. Ketiga, PERADI telah membentuk Komisi Pendidikan Profesi Advokat Indonesia (KP2AI). Komisi ini bertanggung jawab seputar ketentuan pendidikan khusus bagi calon advokat serta pendidikan hukum berkelanjutan bagi advokat.
Baik KKAI maupun PERADI telah menyiapkan bahan-bahan dasar untuk digunakan PERADI untuk meningkatkan manajemen advokat di masa yang akan datang. Penting pula untuk dicatat bahwa hingga saat ini seluruh keputusan, termasuk keputusan untuk membentuk PERADI dan susunan badan pengurusnya, telah diambil melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan berdasarkan paradigma advokat Indonesia.
Meski usia PERADI masih belia, namun dengan restu dari semua pihak, PERADI berharap dapat menjadi organisasi advokat yang bebas dan independen, melayani untuk melindungi kepentingan pencari keadilan, dan menjalankan tugas sebaik-baiknya untuk melayani para anggotanya.






WELCOME

0 comments:
Posting Komentar